Mengenal Nama Allah Al-Azhim
Setiap nama Allah memiliki makna yang mendalam dan penuh hikmah, memberikan pelajaran bagi hamba-Nya yang beriman. Salah satu nama-Nya yang penuh keagungan adalah Al-‘Azhim, yang berarti Mahaagung. Nama ini tercantum dalam berbagai ayat Al-Qur’an, menunjukkan kebesaran, kekuasaan, dan keagungan-Nya yang tiada tara. Dengan mengenal dan memahami makna nama Allah Al-‘Azhim, seorang hamba akan semakin menguatkan keimanannya kepada Sang Pencipta.
Melalui artikel ini, kita akan bersama-sama menggali dalil-dalil yang menunjukkan nama Allah Al-‘Azhim, memahami kandungan maknanya, serta mengetahui konsekuensinya bagi kehidupan seorang hamba. Semoga pembahasan ini semakin mendekatkan hati kita kepada Allah, memperkuat keyakinan kita, dan menumbuhkan rasa takut serta cinta kepada-Nya.
Dalil nama Allah “Al-‘Azhim“
Nama ini disebutkan sebanyak sembilan kali dalam Al-Qur’an, di antaranya:
Firman Allah Ta’ala,
وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Dan pemeliharaan keduanya (langit dan bumi) tidak memberatkan-Nya. Dan Dia Mahatinggi, Mahaagung.” (QS. Al-Baqarah: 255)
Dan firman-Nya,
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ
“Maka, bertasbihlah dengan nama Tuhanmu yang Mahaagung.” (QS. Al-Waqi’ah: 96, 74; dan QS. Al-Haqqah: 52) [1]
Kandungan makna nama Allah “Al-‘Azhim“
Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-‘Azhim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.
Makna bahasa dari “Al-‘Azhim“
Az-Zajjaji (w. 337 H) mengatakan,
“Al-‘Azhim adalah ( ذو العظمة والجلال في ملكه وسلطانه عز وجل ) yang memiliki kebesaran dan keagungan dalam kerajaan dan kekuasaan-Nya sebagaimana yang diketahui oleh bangsa Arab dalam pidato dan percakapan mereka. Seorang pembicara berkata, ( من عظيم بني فلان اليوم؟ ) ‘Siapakah orang besar dari Bani Fulan hari ini?’ Maksudnya, siapa yang memiliki kebesaran dan kepemimpinan di antara mereka.” [2]
Ibn Faris (w. 395 H) mengatakan,
(عظم) الْعَيْنُ وَالظَّاءُ وَالْمِيمُ أَصْلٌ وَاحِدٌ صَحِيحٌ يَدُلُّ عَلَى كِبَرٍ وَقُوَّةٍ.
“(Huruf ‘ain’, ‘zha’, dan ‘mim’) merupakan akar kata yang satu yang sahih, yang menunjukkan kebesaran dan kekuatan.” [3]
Al-Fayyumi (w. sekitar 770 H) mengatakan,
وَالْعَظَمَةُ الْكِبْرِيَاءُ
“‘Al-‘Azhamah’ berarti kebesaran dan keagungan.” [4]
Makna “Al-‘Azhim” dalam konteks Allah
Syekh Abdurrahman bin Nashi As-Si’diy mengatakan,
{الْعَظِيمُ} الجامع، لجميع صفات العظمة والكبرياء، والمجد والبهاء، الذي تحبه القلوب، وتعظمه الأرواح، ويعرف العارفون أن عظمة كل شيء، وإن جلت عن الصفة، فإنها مضمحلة في جانب عظمة العلي العظيم.
“Al-‘Azhim adalah yang mengumpulkan semua sifat keagungan, kebesaran, kemuliaan, dan keindahan. Dialah yang dicintai oleh hati, diagungkan oleh ruh, dan dikenal oleh orang-orang yang berilmu, bahwa kebesaran segala sesuatu, meskipun sangat besar sehingga sulit digambarkan, tetaplah lenyap dibandingkan dengan kebesaran Al-‘Aliy Al-‘Azhim.” [5]
Dalam kitab lain, Asy-Syekh As-Si’diy menjelaskan,
Makna kebesaran (kibriya`) dan keagungan (‘azhamah) ada dua macam:
Pertama, berkaitan dengan sifat-sifat-Nya. Allah memiliki semua makna kebesaran dan keagungan, seperti kekuatan, kemuliaan, kesempurnaan kekuasaan, keluasan ilmu, kemuliaan yang sempurna, dan sifat-sifat keagungan, serta kebesaran lainnya. Di antara keagungan-Nya adalah bahwa langit dan bumi seluruhnya seperti biji sawi di genggaman Ar-Rahman, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَوَاتُ مَطْوِيَّتُ بِيَمِينِهِ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit dilipat dengan tangan kanan-Nya.” (QS. Az-Zumar: 67)
Juga firman-Nya,
إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ أَن تَزُولَا وَلَئِن زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi agar tidak lenyap, dan sungguh jika keduanya lenyap, tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya, selain Dia. Sungguh Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.” (QS. Fatir: 41)
Oleh karena itu, Allah memiliki kebesaran dan keagungan yang tidak terukur, yang tidak dapat dijangkau oleh makhluk.
Kedua, tidak ada seorang pun yang berhak untuk diagungkan, dibesarkan, dimuliakan, dan disanjung, selain Dia. Allah berhak untuk diagungkan oleh hamba-hamba-Nya dengan hati, lisan, dan amal perbuatan mereka. Hal ini dilakukan dengan berusaha mengenal-Nya, mencintai-Nya, tunduk kepada-Nya, takut kepada-Nya, menggerakkan lisan untuk mengingat-Nya dan memuji-Nya, serta menggerakkan anggota tubuh untuk bersyukur kepada-Nya dan beribadah kepada-Nya. [6]
Konsekuensi dari nama Allah “Al-‘Azhim” bagi hamba
Penetapan nama “Al-‘Azhim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekuensinya dari sisi hamba:
Pertama: Mengagungkan Allah dengan keimanan yang benar terhadap nama-nama dan sifat-sifat-Nya
Seorang muslim harus mengagungkan Allah dengan sebenar-benar pengagungan dan menghormati-Nya dengan sebenar-benar penghormatan. Meskipun hal ini tidak mungkin dicapai secara sempurna, seorang muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya. Pengagungan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala dimulai dengan keimanan terhadap kebesaran dan kemuliaan nama-nama dan dan sifat-sifat yang layak bagi-Nya, sebagaimana yang Dia sebutkan dalam kitab-Nya atau melalui Rasul-Nya. Seorang muslim harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat tersebut tanpa menyerupakan-Nya dengan makhluk atau meniadakan maknanya. Siapa saja yang menyerupakan Allah dengan makhluk, atau meniadakan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, berarti ia tidak mengagungkan Allah dengan sebenarnya.
Kedua: Memperbanyak zikir kepada Allah
Mengagungkan Allah juga melibatkan kegiatan memperbanyak zikir kepada-Nya di setiap waktu. Memulai segala urusan dengan menyebut nama-Nya, memuji dan menyanjung-Nya sesuai dengan keagungan-Nya, serta mengucapkan kalimat tahlil (lailahaillallah) dan takbir (allahu akbar). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar bertasbih dengan nama ini ketika rukuk. Beliau bersabda,
ألا وإني نُهيتُ أنْ أقرأ القرآن راكعاً أو ساجداً، فأمَّا الركوع؛ فَعظِّموا فيه الرَّبَّ عزَّ وجلَّ، وأما السُّجودُ؛ فاجْتَهدِوا في الدُّعاء، فقَمِنٌ أنْ يُسْتجابَ لكم
“Ketahuilah, aku dilarang membaca Al-Qur’an saat rukuk atau sujud. Adapun ketika rukuk, maka agungkanlah Rabb kalian. Sedangkan saat sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena besar kemungkinan doa kalian akan dikabulkan.” (HR. Muslim, no. 479)
Ketiga: Mengagungkan Rasulullah dan ulama
Mengagungkan Allah juga berarti mengagungkan Rasul-Nya serta memuliakannya. Allah berfirman,
لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ
“Agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, memuliakan (menghormati) dan mengagungkan-Nya.” (QS. Al-Fath: 9)
Makna dari ( توقروه ) adalah ( تعظموه ) mengagungkannya. [7]
Tidak boleh mendahulukan perkataan siapa pun di atas firman Allah dan sabda Rasul-Nya, betapa pun tingginya kedudukan orang tersebut. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah.” (QS. Al-Hujurat: 1)
Hal ini juga mencakup penghormatan kepada para ulama, karena mereka adalah pewaris para nabi.
Keempat: Mengagungkan syiar-syiar Allah dan menjauhi larangan-Nya
Mengagungkan Allah juga mencakup penghormatan terhadap syiar-syiar agama-Nya, seperti salat, zakat, puasa, haji, dan lainnya. Allah berfirman,
ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)
Selain itu, mengagungkan Allah berarti menjauhi segala larangan dan hal-hal yang diharamkan oleh-Nya, baik dalam Al-Qur’an maupun melalui sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah berfirman,
ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ عِندَ رَبِّهِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan larangan-larangan Allah, maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya.” (QS. Al-Hajj: 30)
Di antara larangan yang paling besar adalah syirik dalam segala bentuknya. Sebaliknya, seorang muslim harus melaksanakan perintah-perintah Allah, terutama perintah untuk mentauhidkan-Nya dan mengesakan-Nya dalam ibadah, tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun. [8]
Sebagai penutup, memahami nama Allah Al-‘Azhim mengarahkan seorang hamba untuk menyadari keagungan dan kebesaran Allah yang tak tertandingi. Penghayatan terhadap makna nama ini mengajarkan kita untuk tunduk dan merendahkan diri di hadapan-Nya, serta mempersembahkan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya. Kesadaran akan keagungan Allah juga mendorong kita untuk mengagungkan syariat-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan memenuhi kehidupan dengan ketaatan kepada-Nya.
Semoga pemahaman ini menjadikan kita hamba yang semakin dekat kepada Allah, dan senantiasa menghormati serta memuliakan-Nya dengan sebenar-benarnya penghormatan.
***
Rumdin PPIA Sragen, 1 Rajab 1446 H
Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab
Artikel asli: https://muslim.or.id/102683-mengenal-nama-allah-al-azhiim.html